Selasa, 14 Desember 2010

Peranan Bahasa Arab sebagai alat informasi

Pengertian bahasa asing (bahasa Arab) dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu wilayah asal muasal bahasa tersebut, pemerolehan bahasa, dan fungsi sosiokultural-politis. Pertama, dari sudut asalnya dapat dirumuskan bahwa semua bahasa yang bukan berasal dari wilayah Indonesia disebut bahasa asing (Nuril Huda, 1975: 67).  Berdasarkan kriteria tersebut, bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang terdapat di Indonesia jelas bukan dinamakan bahasa asing. Akan tetapi sebaliknya, bahasa yang datang dari luar wilayah Indonesia, seperti bahasa Arab, adalah bahasa asing. Kriteria ini hanya berlaku di negara Indonesia, dan  tidak ddapat diberlakukan secara luas di negara-negara yang lain. Bahasa Arab berasal dari  Saudi Arabia, Iraq, Kuwait dan negara timur tengah lainnya. Di negara-negara tersebut jelas bahasa Arab bukanlah bahasa asing bagi mereka, akan tetapi menjadi bahasa resmi nasional.
Kedua, dari sudut pemerolehan bahasa pertama (bahasa ibu), bahasa kedua (bahasa nasional), dan ketiga (bahasa asing). Di negara yang penduduknya multi etnis, yang menggunakan bahasa kedua yang berbeda dengan sebagian besar bahasa yang digunakan sehari-hari di keluarga, seperti Indonesia, Singapura, India dan Filipina, bahasa ketiga adalah bahasa asing. Tetapi rumusan ini tidak berlaku di negara-negara yang beretnis tunggal (seperti negara arab, Cina, dan Jepang) atau bagi negara yang beretnis banyak akan tetapi telah melebur menjadi satu bangsa seperti United State of America. Di negara ini, bahasa ”kedua”-nya adalah bahasa asing. Oleh karena itulah dalam kepustakaan  pemerolehan bahasa, hanya dibedakan dua jenis bahasa, yaitu bahasa pertama (bahasa ibu) dan bahasa kedua. Sedangkan bahasa ketiga dan seterusnya dalam kajian pemerolehan bahasa dikategorikan sebagai bahasa kedua.
Ketiga, dari sudut fungsi sosio-politis, bahasa asing adalah bahasa yang tidak digunakan dalam interaksi sosial sehari-hari, tidak dipakai sebagai bahasa pengantar mata pelajaran di sekolah secara nasional. Dengan demikian, penatapan apakah suatu bahasa masuk kategori bahasa asing atau bukan (yaitu bahasa nasional bahasa kedua) ditentukan berdasarkan kriteria sosio-kultural-politis. Pertimbangan kepentingan nasional menjadi landasan utama, dan bukan asalnya, atau bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh. Oleh karena itu di Indonesia bahasa-bahasa seperti bahasa arab, bahasa Inggris adalah bahasa asing. Bahasa-bahasa ini tidak dipakai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari secara luas. Orang menggunakan bahasa ini dalam situasi terbatas. Atas dasar alasan sosio-kultural-politis, ada bahasa yang mendapat predikat tambahan. Bahasa Inggris sejak tahun 1955  telah diangkat sebagai bahasa asing ”pertama”, sedangkan bahasa Arab secara de facto telah diakui sebagai bahasa agama, khususnya bagi lembaga pendidikan diniyah tinggi Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari ponpes. Tebuireng, dan umumnya bagi  warga negara Indonesia yang beragama Islam. Dari sudut presentase pemakainya yaitu warga negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam (lebih dari 90 %), maka bahasa Arab, baik secara de facto maupun secara de jure layak diberi predikat tambahan sebagai bahasa agama selain bahasa asing.
Dalam Seminar Politik Bahasa nasional tahun 1975, fungsi bahasa dinyatakan sebagai ” nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai bahasa tugas pemakaian bahasa itu di dalam kedudukan yang diberikan kepadanya (Halim, 1976: 144-5). Secara universal ”tugas pemakaian bahasa” itu sama yaitu sebagai alat komunikasi (Bloomfield, 1933). Dengan kata lain, bahasa berfungsi sebagai alat interaksi secara verbal. Dalam interaksi terjadi tindakan menyatakan dan memahami secara verbal. Sedang fungsi secara umum adalah untuk menyatakan pikiran, sikap serta sebagai alat untuk memberi informasi, melakukan persuasi, dan juga menghibur orang lain.
Apakah fungsi bahasa asing (bahasa Arab) yang dipergunakan di Indonesia, dan dalam sistem pembelajaran di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng? Fungsi tersebut dapat dirujuk sebagai implikasi globalisasi dan kitab-kitab acuan yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng. Pertama, dalam era globalisasi sekarang ini, ketergantungan dengan negara lain cukup tinggi. Hubungan internasional tidak terbatas hanya dalam bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya, tetapi mencakup dalam banyak segi kehidupan. Fungsi ini mencakup fungsi membentuk persahabatan dengan bangsa lain dan menjalankan foreign policy sebagaimana yang tertuang dalam Kepmendikbud nomor 096/1967. oleh karena itu, bahasa secara umum berfungsi sebagai wahana komunikasi global dalam semua aspek kehidupan.
Kedua, globalisasi memicu persaingan antar bangsa yang semakin ketat. Penguasaan iptek merupakan kunci  utama untuk memenangkan persaingan ini. Searah dengan itu, maka bahasa asing hendaklah berfungsi sebagai alat pemanfaatan dan pengembangan iptek untuk mempercepat proses pembangunan. Fungsi ini juga mencakup pula fungsi sebagai alat bantu pengembangan iptek terutama dilaksanakan dalam komunikasi akademik untuk tukar menukar informasi iptek dan pengalaman pengembangan iptek. Persaingan global yang menghendaki penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab dan Inggris secara aktif, baik secara lisan maupun tulisan dalam rangka untuk mempublikasikan dan menyebarkan ilmu fiqh dan ushul-fiqh serta dalam rangka kerjasama kelembagaan. Oleh karena itu Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari dalam perkuliahan sehari-hari menggunakan bahasa pengantar Arab dan Inggris di berbagai mata kuliah. Sehingga mahasiswa dituntut memiliki kemampuan berbahasa Arab dalam hal lisan maupun tulisan (Dokument Selayang Pandang ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng, 2008: 30). Penggunaan bahasa tersebut bukannya tanpa alasan, mengingat litaratur yang dipergunakan kebanyakan menggunakan bahasa asing (bahasa Arab) maka agar lebih komunikatif digunakanlah bahasa arab sebagai  bahasa pengantar perkuliahan.
Ditilik dari fungsinya, maka bahasa adalah sebagai alat komunikasi dan penghubung dalam pergaulan manusia sehari-hari, baik antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan bangsa tertentu (Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, 1997: 187). Yakni dengan mengkomunikasikan dan menyampaikan maksud tertentu dan mencurahkan suatu peranan tertentu dengan rasa senang atau duka dan dengan rasa sedih maupun gembira kepada orang lain, agar dapat dipahami, dimengerti serta merasakan segala sesuatu yang ia alami.
Demikian dalam bahasa Arab, yang memiliki fungsi istimewa dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang digunakan di bumi ini. Bukan saja bahasa Arab yang memiliki sastra bermutu tinggi bagi mereka yang mengetahui dan mendalami, akan tetapi bahasa Arab ditakdirkan sebagai bahasa al-Qur’an, yakni mengkomunikasikan kalam Allah SWT. Yang karenanya didalamnya mengandung uslub bahasa yang sungguh mencengangkan manusia, dan tidak ada manusiapun yang dapat menendinginya.
Di lembaga pendidikan umum dan agama terutama di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng, bahwa bahasa Arab telah menjadi komponen pilihan pokok pengajaran bahasa asing, disamping bahasa Inggris. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas bahasa Arab, yang masih dianggap oleh sebagian mahasiswa sebagai bahasa yang sulit bahkan dipandang sebagai momok. Disini peranan dosen / ustadz  dan pakar bahasa Arab sangat dinantikan. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan pengadaan pusat laboratorium bahasa, kursus, ataupun masmedia yang menyajikan bahasa Arab yang praktis dan mudah difahami.
Penyajian yang praktif akan mempermudah pencapaian tujuan. Tujuan pengajaran bahasa arab menentukan approach, metode dan teknik pengajaran bahasa tersebut. Aproach, metode dan teknik mempunyai hubungan yang erat sekali  dengan tujuan pengajaran bahasa (Departemen Agama, 1975:117). Pengajaran bahasa Arab diarahkan kepada pencapaian  tujuan, yakni tujuan jangka panjang / tujuan umum dan tujuan jangka pendek / tujuan khusus. Tujuan khusus merupakan penjabaran dari tujuan umum, karena tujuan umum sulit dicapai tanpa dijabarkan secara operasional dan spesifik.
Pada tujuan umum bahasa Arab ditujukan pada pencapaian tujuan:
1)             Agar mahasiswa dapat memahami al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam dan ajaran.
2)             Dapat memahami dan mengerti buku-buku agama dan kebudayaan Islam yang ditulis dengan menggunakan bahasa Arab.
3)             Supaya pandai berbicara dan mengarang dalam bahasa Arab.
4)             Untuk digunakan sebagai alat pembantu keahlian lain (suplementary).
5)             Untuk membina ahli bahasa Arab, yakni benar-benar profesional (Tayar Yusuf, 1991:190).
Oleh karena tujuan diatas masih sangat umum dan masih mengambang, maka perlu dijabarkan lagi secara khusus agar tujuan umum tadi dapat tercapai. Sehingga akan ada tujuan khusus bercakap-cakap (muhadatsah), tujuan membaca (Muthola’ah), tujuan khusus dikte (Imla’), tujuan khusus mengarang (Insya), dan tujuan khusus nahwu sorof (Qowaid).
Belajar bahasa Arab memang sebuah keharusan yang layak dikuasai oleh umat Islam. Sebab sejak awal mula diturunkan ajaran Islam sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa arab.
Al-Quran sebagai kitab suci abadi yang menghapus semua kitab suci yang pernah ada, diturunkan dalam bahasa Arab. Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman yang risalahnya berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi sampai akhir zaman, juga berbahasa arab, tanpa pernah diriwayatkan mampu berbahasa selain arab.
Hadits-hadits nabawi diriwayatkan secara berantai hingga sampai kepada kita melewati masa berabad-abad, juga tertulis dalam bahasa Arab. Bahkan semua kitab yang menjelaskan materi Al-Quran, As-Sunnah serta syariah Islamiyah hasil karya para ulama muslim sedunia sepanjang masa, juga kita warisi dalam bahasa Arab.
Ketika dakwah Islam memasuki pusat-pusat peradaban dunia dan membangun kejayaannya nangemilang, bahasa yang digunakan juga bahasa Arab. Kala itu bahasa Arab selain resmi menjadi bahasa pemerintahan, juga menjadi bahasa dunia pendidikan, bahasa ilmu pengetahuan serta bahasa rakyat sehari-hari. Padahal negeri-negeri yang dimasuki Islam itu tadinya bukan negeri Arab.
Bahkan ketika Islam masuk ke Mesir dan para penguasa dan rakyatnya masuk Islam, mereka tidak hanya sekedar memeluk Islam sebagai agama, tetapi mereka belajar bahasa Arab, berbicara dengan bahasa Arab dan melupakan bahasa asli peninggalan nenek moyang mereka. Hanya dalam tempo beberapa tahun saja, tidak satu pun bangsa Mesir yang paham bahasa asli mereka. Semua berbicara dengan bahasa Arab, bahkan hingga hari ini. Mesir itu bukan negeri Arab dan tidak terletak di jazirah Arab. Mesir terletak di benua Afrika, namun rakyat Mesir keseluruhannya berbicara dalam satu bahasa, yaitu bahasa Arab.
Bila kita amati secara seksama, memang ada kecenderungan bahwa di mana ada masuknya dakwah Islam ke suatu negeri hingga mampu mambangun peradaban besar, pastilah negeri itu berubah bahasanya menjadi bahasa Arab. Bahkan bahasa resmi negara sekaligus bahasa rakyat jelata.
Sebaliknya, negeri-negeri yang kurang sempurna proses Islamisasinya, bisa dengan mudah dikenali dari tidak adanya rakyat yang menggunakan bahasa Arab. Paling jauh hanya sekedar serapan-serapan bahasa saja, seperti bangsa kita ini. Bahasa Indonesia (termasuk Melayu) menyerap sangat banyak bahasa Arab ke dalam perbendaharaannya. Begitu banyak kata yang sumbernya dari bahasa Arab, bahkan bisa dikatakan bahwa unsur serapan dari bahasa arab termasuk paling dominan dalam bahasa Indonesia. Namun sayangnya, bangsa ini tidak sempat mampu berbahasa Arab dalam kesehariannya. Apalagi ditambah dengan penjajahan selama ratusan tahun, dimana para penjajah itu memang paham betul bahwa salah satu kekuatan agama Islam adalah pada bahasa Arabnya.
Bila suatu umat muslimin di muka bumi ini tidak bisa bahasa Arab, artinya mereka pasti tidak paham tiap ayat Al-Quran, tidak paham hadits nabi, tidak mengerti apa yang mereka baca dalam zikir, shalat dan doa. Tidak mengerti syariah Islam dan ajaran-ajarannya secara mendetail. Kecuali bila diterjemahkan terlebih dahulu dan dijelaskan satu persatu oleh kiayinya. Dan metode penerjemahan begini tentu saja sangat terbatas keberhasilannya, terlalu lemah dan justru sangat menghambat. Karena itu, keinginan anda untuk belajar bahasa Arab dan menguasainya adalah sebuah keinginan yang teramat mulia, sehingga perlu didukung penuh. Jangan sampai keinginan itu berhenti hanya karena alasan teknis semata.
Bahasa Arab berkedudukan sebagai bahasa pertama di 20 negara dengan  jumlah penutur lebih dari 200 juta orang. Bahasa Arab berstatus sebagai bahasa resmi PBB sejak tahun 1973 dan bahasa resmi Konferensi Islam Internasional. Di dalam negeri, Indonesia, bahasa Arab dipakai dalam peribadatan oleh tidak kurang dari 90% penduduk Indonesia. Bahasa arab diajarkan di semua sekolah yang berbasis Islam mulai Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah hingga perguruan tinggi, seperti di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng. Selain itu, bahasa Arab juga diajarkan di sekolah-sekolah negeri. Sebagai sampel, di Jawa Timur tidak kurang dari 350 SMU negeri dan swasta. Kebutuhan tenaga kerja dan hubungan perdagangan dengan negara-negara Timur Tengah meningkatkan kebutuhan penguasaan bahasa Arab. Selain itu, dalam bidang seni-budaya, banyak warisan karya sastra melayu yang ditulis dalam bahasa Arab. Dalam zaman sekarang seni kaligrafi dengan huruf Arab berkembang pesat, dan group musik Arab (Qasidah dan sholawat) juga meningkat. Atas dasar ini kiranya tepat jika bahasa Arab diberi kedudukan sebagai bahasa agama dan bahasa budaya (Islam) selain bahasa asing.
Kebutuhan nasional penguasaan bahasa Arab dalam masyarakat global sekarang sangat tinggi. Akan sangat ideal seandainya bahasa Arab dapat dikuasai seperti penguasaan bahasa kedua. Tetapi  ini akan bertabrakan dengan kepentingan nasional lainnya yang  lebih tinggi prioritasnya, yaitu pengembangan bahasa  Indonesia sebagai alat persatuan dan kesatuan nasional. Telah dilakukan kajian, antara lain, menjadikan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di sekolah, tetapi tampaknya tidak dapat dilaksanakan karena berbagai kendala yang ada (Dardjowidjojo, 1998). Akan tetapi hal tersebut sangat berkebalikan dengan bahasa Arab yang dipakai sebagai bahasa pengantar perkuliahan di Ma’had ’Aly Hasyim Asy’ari Ponpes. Tebuireng. Di lembaga ini tidak ada kendala sama sekali ketika bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa pengantar perkuliahan. Justru sangat mendukung pemahaman mahasantri, karena literatur yang digunakan kebanyakan menggunakan bahasa Arab.
Menghadapi gagasan modernisasi tersebut, respon dunia pendidikan Ma’had ‘Aly tampak terbelah. Sebagian Ma’had ‘Aly menolak materi dari pemerintah, materi umum, karena dianggap bakal mengancam eksistensi pendidikan khas Ma’had Aly. Khas lain lebih menerapkan ”kebijakan hati-hati” (cauntinous policy), tetapi sebagian besar Ma’had ‘Aly memberikan respon adaptif dengan mengadopsi sistem perkuliahan (baik berbentuk materi agama maupun umum) meskipun sebagai konsekuensi logis melepaskan bagian esensial dari fungsi tradisional mereka sebagai lembaga perguruan tinggi yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al din) dan nilai-nilai agama islam (islamic values) (M. Sulthan Masyhudi dkk, 2003:iii-iv).
Berdasar pemikiran diatas, maka perlu dicarikan sebuah terobosan baru yang sistematis sebagai sebuah solusi baru untuk menghasilkan konsep yang mengakar pada basis epistemologis yang kuat untuk pesantren terutama di Ma’had ‘Aly dalam pengembangan kurikulum pengajaran bahasa Arab, sehingga lulusan Ma’had ‘Aly benar-benar bisa menjawab tantangan zaman dan mampu memenuhi kebutuhan ummat. Oleh karena itu, penulis percaya bahwa penelitian mengenai impelementasi pembelajaran berbahasa Arab ini perlu dilakukan. Dan dari sinilah pentingnya dibentuk lembaga yang secara khusus intens mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki integritas ilmiah, amaliah dan khuluqiyah yang mumpuni.